Pink Hair Girl, Cute

Selasa, 10 Desember 2024

Cinta Di Awan Dan Angkasa



Waktu menunjukkan mulai menjelang magrib. Tetapi Rayya dan Angkasa masih tetap saja duduk santai di taman kota. Setelah berbincang lama sambil menikmati suasana taman yang indah. Lalu petang pun tiba, Masjid di sekitar taman mulai mengumandangkan Adzan. Rayya dan Angkasa bergegas menuju Masjid, mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat Magrib.

Selesai sholat, tiba-tiba hujan deras mengguyur kota. Rayya dan Angkasa duduk di depan Masjid sambil menunggu hujan reda. Hujan itu membuat badan Rayya terasa dingin dan menggigil.
“Kamu kenapa?” tanya Angkasa sedikit panik, karena melihat wajah Rayya yang pucat.
“Badanku sedikit kedinginan” jawab Rayya sedikit menggigil.
Angkasa dengan cepat kilat melepas jaket dan dipakaikannya ke tubuh Rayya. Dia duduk di depan Rayya sambil menatap wajahnya.
“Apa kamu masih kedinginan?” tanya Angkasa sambil memeluk Rayya.
“Udah sedikit mendingan sih daripada tadi” jawab Rayya sambil tersipu malu karena lagi-lagi Angkasa memeluknya sambil mengusap lebut rambut Rayya.

Mereka lalu berbincang sembari menunggu hujan reda. Hampir 1 jam berlalu, hujan pun reda. Mereka berdua langsung menuju ke parkiran motor dan bergegas pulang.

Pelan-pelan sambil menikmati jalan kota yang habis diguyur hujan, mereka  berdua berbincang-bincang dengan lucunya. Di sepanjang jalan Karra masih sedikit merasakan kedinginan. Tiba-tiba tangan Angkasa memegang tangan RayyaRayya kaget tapi dia diam saja karena disitu Rayya merasa diberi sedikit kehangatan dan rasa nyaman.

Karena hari belum terlalu malam, mereka berdua memutuskan pergi ke cafe untuk ngopi. Sesampainya di cafe, mereka langsung memesan kopi. Tak lama, mereka berdua sudah asyik menikmati kopi pesanan masing-masing.

Setelah lama di cafe, berbincang kesana-kemari tak terasa waktu sudah larut malam. Mereka berdua memutuskan untuk pulang. Di perjalanan pulang, lagi-lagi Angkasa memegang tangan RayyaRayya hanya bisa tersenyum malu. Tak perlu canggung lagi, Karra pun memeluk erat pinggang Angkasa. 

Sesampainya di rumah, Angkasa berpamitan kepada Mama Rayya untuk segera pulang karena hari sudah malam. Rayya pun segera mandi sebelum memutuskan untuk tidur.

Sebelum tidur, Rayya tiba-tiba memikirkan hal yang terjadi tadi sore.
“Apa sih yang sedang aku pikirkan ini?” gumam Rayya sambil tersenyum. 

Seminggu kemudian, hari yang ditunggu pun tiba. Pagi hari Rayya bangun kerena alarm sudah berbunyi. Dia langsung bergegas menuju kamar mandi.
“Mau kemana pagi-pagi gini?” kata Mama Rayya sambil heran karena melihat anaknya tergesa-gesa.
“Mau pergi keluar sama temanku yang kemarin Ma, hehe” jawab Rayya.

Saat Rayya tengah bersiap-siap, tiba-tiba terdengar suara sepeda motor Angkasa. Rayya semakin tergesa-gesa. Akhirnya Rayya pun menyelesaikan riasannya dan segera keluar kamar. Ternyata Angkasa sudah ada di ruang tamu bersama Mamanya. Angkasa pun berpamitan dan ijin untuk mengajak Rayya pergi.

Mereka berdua lalu berangkat. Angkasa membawa Rayya ke suatu tempat yang Rayya pun tidak tahu itu dimana. Sesampainya di tempat parkir, mata Rayya tiba-tiba langsung ditutup oleh tangan Angkasa. Rayya hanya kaget dan malu hampir tidak mau. Rayya lalu dibawa masuk ke tempat tersebut dan didudukkan di kursi dengan keadaan mata masih ditutup. Rayya masih kebingungan kenapa matanya harus ditutup seperti itu.

Tiba-tiba Angkasa berucap "Sekarang boleh buka matanya!" Rayya pun membuka matanya pelan-pelan dan dia dikejutkan dengan sekitarnya yang banyak sekali bunga berwarna pink, warna kesukaan Rayya.

Tiba-tiba Angkasa berdiri di depan Rayya membawa setangkai bunga pink. “Ini maksudnya apa?” tanya Rayya semakin terheran-heran.

Akhirnya Angkasa buka suara mengungkapkan semuanya. “Sebenarnya aku sudah lama suka sama kamu sejak awal aku ketemu kamu” kata Angkasa sedikit malu namun tegas.

Rayya sempat melongo lalu dia bertanya “Apa yang kamu suka dari aku?”
“Karena kamu baik dan cantik." jawab Angkasa sekali lagi.
“Lalu, apa maksud semua ini?” tanya Rayya lagi
“Aku cuma pingin kamu jadi pasanganku” kata Angkasa
Karra pun menjawab “Iya, aku mau”. Lalu mereka berdua berpelukan.

Setelah lama menghabiskan waktu disana, akhirnya Angkasa mengajak Rayya pulang. Di perjalanan, Angkasa berkata “Bulan depan aku datang ke rumahmu untuk melamar kamu”.
“Sebenarnya aku juga sudah merencanakan ini semua sama Mamamu. Mama ngomong sama aku kalau kamu sering ngomongin aku, karena itu aku memberanikan diri untuk mengungkapkan isi hatiku semuanya sama kamu” ucap Angkasa lagi. 

Rayya hanya bisa tersenyum malu. Setelah sampai di rumah Rayya, mereka bertiga berbicara tentang acara bulan depan. Rayya hanya bisa iya-iya saja karena Rayya pun sudah siap menunggu acara penting itu.

Angkasa baru berpamitan pulang pada malam hari. Karena sedari sore dia sibuk membicarakan semua persiapan ini dengan keluarga Rayya.

Beberapa jam kemudian setelah Angkasa tiba dirumahnya, dia mengirim pesan kepada Rayya melalui whatsapp.
“Aku tadi sudah membicarakannya dengan keluargaku, dan mereka setuju”. Isi pesan itu.
Rayya pun merasa senang dan bahagia. Hatinya sangat berbunga-bunga kala itu.

Beberapa hari sebelum hari H, Rayyaa dan Angkasa disibukkan dengan rutinitas pekerjaan dan persiapan menjelang acara lamaran. Semua mereka urus sendiri, sampai pergi mencari baju couple untuk seluruh keluarga intinya pun dilakukan sendiri.

Nggak terasa hari sudah menunjukkan H-1. Besok sudah hari H. Rayya nggak bisa tidur karena nggak sabar menunggu untuk besok. Rayya hanya bisa menghubungi Angkasa melalui whatsapp saja.

Akhirnya hari yang ditunggu pun tiba. Rayya bangun pagi sekali, dia langsung bergegas mandi, merias dirinya secantik mungkin. Ternyata di rumahnya sudah banyak sanak keluarga dan para tetangga yang membantu menyiapkan makanan untuk acara lamarannya.

Setengah jam sebelum acara, terlihat Angkasa beserta keluarganya datang. Acara dimulai dan berlangsung dengan lancar. Rayya merasa mendapat suatu kebahagiaan tambahan. Akhirnya setelah acara itu, hubungan mereka berdua semakin bahagia. Semoga hubungan mereka munuju ke jenjang yang lebih serius.

Dua tahun kemudian...

“Nduk, kapan kamu mau menikah?”. Pertanyaan Mama Rayya yang berulang kali kembali mengiang di telinga. Terbersit ada rasa iba jika melihat raut wajah tua Mama Rayya dengan garis keriput yang sudah rata merenda wajahnya. Terkadang timbul rasa bersalah karena Rayya sudah membuatnya kecewa karena tak juga menghadirkan keturunan buatnya. Karra adalah anak semata wayang. Sifatnya yang keras kepala mewarisi watak Papanya. Sejak kecil Rayya sudah didik dengan keras dan penuh disiplin oleh Papanya.

Pernikahan orangtuanya bak legenda Siti Nurbaya, hasil perjodohan kedua orangtua. Keluarga Papanya adalah juragan angkot, yang diwarisi secara turun-temurun. Namun sayangnya, sepanjang perkawinan Mamanya merasa tidak bahagia. Papanya terlalu keras pada Mama, bahkan kerap kali serimg melakukan KDRT. Karra kasian pada Mamanya, apalagi jika memergoki Mama sedang menangis diam-diam. Mama seperti tidak memiliki kekuatan untuk berontak. Sikap mengalah Mama membuat Papanya semakin semena-mena. Tapi akhirnya kesabarannya meledak juga, diam-diam Mama melayangkan surat cerai ketika Papanya menikah dengan perempuan lain. Mama sangat terpukul, tubuhnya semakin kurus. Mungkin inilah yang membuat Rayya tak ingin menikah. Rayya membenci Papanya. Rayya benci laki-laki! Rayya tidak ingin menjadi wanita lemah . Menurutnya, sekarang bukan lagi jaman patriarki. Tunduk pada kekuasaan laki-laki. Wanita sekarang sudah lebih maju, cerdas dan mandiri.

Usia Rayya memang tak lagi muda, sudah mendekati angka 40. Sementara Mamanya sudah berusia 58 tahun. Papa menikahi Mama disaat usianya baru 16 tahun dan Papa 18 tahun. Usia yang masih terbilang muda untuk membina sebuah rumah tangga. Pemikiran akan mudah rapuh jika terkena goncangan.

Tapi bukan berarti tak ada satupun lelaki yang berusaha mendekatinya, sejak kematian Angkasa (tunangannya) beberapa bulan sebelum pernikahannya. Sudah banyak pria yang dia tolak cintanya dan merekapun tak gigih untuk mendapatkannya. Rayya sendiri merasa tidak cantik seperti Mamanya. Rayya lebih banyak meniru wajah Papanya. Kelebihan Rayya hanya memiliki karir yang sukses. Sifat Rayya juga sedikit keras. Mungkin itu yang membuat banyak pria enggan mendekati. Namun sekarang Rayya cukup bahagia dengan kehidupannya. Hanya saja Mama yang terusik dan galau melihat kesendirian Rayya.

“Apa jadinya kalau kamu sudah tua nanti, apa ndak takut kesepian dan ndak ada yang urus?” Mama melontarkan kegelisahannya. Binar matanya sangat berharap hati Rayya luluh untuk mengikuti keinginannya. Rayya sangat paham. Orangtua mana yang tidak mengharapkan anaknya memiliki pasangan hidup, memiliki rumah tangga yang utuh dan menghasilkan keturunan.

“Buat apa memiliki pasangan kalau tidak bahagia seperti Mama?” Rayya tak sadar jika jawabannya membuat wajah Mama berubah muram seketika. Ada air bening di pelupuk matanya. Dipeluknya Mama. “Maafkan Rayya, Ma…” Jujur, Rayya paling tak bisa melihat Mama menangis. “Bukan maksud Rayya melukai hati Mama.”

“Tak apa nduk. Mama sangat paham kalau kamu dihantui rasa ketakutan akan bernasib sama seperti Mama jika kamu menikah.” Mama berusaha tersenyum getir. “Walaupun tidak semua laki-laki bersifat sama seperti Papamu. Kegagalan Mama jangan kamu jadikan landasan untuk tidak mau menikah. Kamu harus mencoba, jangan khawatir Mama selalu mendoakanmu.” Mama mengusap kepala Rayya, menganggap Rayya masih seperti gadis kecilnya yang butuh kasih sayang.
“Iya Ma, mudah-mudahan Rayya bisa menemukan jodoh yang cocok dan sayang sama Mama juga.” Hibur Rayya sambil mengecup kening Mama.

Walaupun di dalam hati kecilku masih ada keraguan untuk memiliki pasangan hidup, karena pernikahan itu bukan sekedar mencari teman hidup dan memiliki keturunan. Namun, butuh komitmen dalam membina sebuah hubungan untuk mewujudkan kebahagiaan satu sama lain dan itu menurutku tidak mudah! Tiba-tiba Rayya teringat Angkasa yang telah dipanggil Tuhan. Oh, sungguh tak kuasa Rayya menahan air matanya untuk jatuh.

Usia terus merangkak, melaju dengan pesat, namun Rayya belum juga menemukan jodohnya. Dia menatap wajahnya di depan cermin. Garis-garis penuaan mulai menghampiri permukaan wajahnya. Pikirnya, dengan penampilan yang semakin menua seperti ini tentu semakin tak ada lagi yang mau mendekatinya. Rayya mulai gundah dan kemudian menangis dalam hening. Sepi kian merajut hatinya.

“Yaya!.” Tiba-tiba seseorang memanggilnya. Nama kecil yang tidak semua orang tahu, termasuk teman kerja di kantor. Rayya terkesima melihat sosok laki-laki berewok berperawakan jangkung dengan rambut dua warna, hitam keabuan. Diamati wajahnya dengan seksama. Dari balik wajah itu seketika terlintas sosok lelaki kecil berwajah tirus dengan rambut sedikit ikal.

“Awan?” Rayya mencoba untuk menebak-nebak. Apakah mungkin si ceking kecil dan dekil dulu bisa berubah menjadi pria yang bertubuh atletis. Perutnya juga tidak buncit seperti kebanyakan pria paruh baya pada umumnya.
“Wah ternyata kamu masih ingat…” Suara beratnya terdengar riang.
“Kok kamu bisa ada disini?” Tanya Rayya tak habis pikir. Tugas Rayya sebagai Insinyur Peternakan di perusahaan pakan ternak di Jakarta sering berkeliling ke daerah untuk mengeavaluasi, monitoring dan melakukan pelaporan dalam melaksanakan pelayanan teknis operasional pembibitan ternak dan unggas. Waktunya dihabiskan dengan para peternak dan hewan.

Sebuah perjumpaan yang tak terduga dengan Awan, salah seorang teman SD di Kota Solo. Mereka memang tidak akrab satu sama lain. Awan terlalu pendiam dan introvert, bahkan menurut Karra tak banyak peduli dengan orang lain. Cuma ada satu kenangan yang tak terlupakan. Di kala Awan berusaha membela Rayya ketika dibully oleh teman laki-laki di sekolah. Waktu pulang sekolah, mereka sengaja menabrak sepeda Karra hingga terjatuh dan waktu itu Rayya berusaha melawan mereka.. Namun, tenaga Rayya tidak sebanding dengan kekuatan tiga orang laki-laki. Karra terluka lututnya berdarah terkena benturan aspal. Tanpa diduga, tiba-tiba saja Awan muncul dan mengeluarkan jurus-jurus karatenya. Dia berusaha melawan ketiga temannya dengan membabi-buta dan membuat mereka lari tunggang-langang.

“Kamu nggak apa-apa?” Awan berusaha memapah. Disapunya debu yang mengotori baju seragam Rayya dan membersihkan darah di lututnya dengan air dari tempat minum yang selalu dibawanya ke sekolah. Karra tidak menyangka ternyata Awan yang acuh tak acuh itu mempunyai jiwa kepahlawanan juga.

Rayya kira sejak kejadian itu mereka akan berteman. Tapi dugaan Rayya salah. Awan kembali menunjukkan sikap dinginnya. Dia lebih senang menyendiri. Selang beberapa bulan kemudian Karra tak lagi mendengar kabarnya, Awan menghilang bagai ditelan bumi. Karra hanya mendengar dari guru sekolah kalau dia pergi merantau ikut ayahnya entah kemana. Rayya sendiri tidak pernah tahu Ibunya kemana. Ada yang bilang Ibunya pergi meninggalkan ayahnya. Mungkin kejadian yang dialaminya itu membekas pahit sehingga dia bersikap dingin dan tak peduli terutama pada teman wanita.

Apakah karena takdir? Atau hanya suratan nasib hidupku? Berulang kali Rayya menanam benih asmara, namun tak kunjung berbuah. Selama ini Rayya hanya menjadi seorang wanita yang sederhana, tak pernah mengagumi segala hal yang indah diluar ciptaan Tuhan, yang dia tahu dunia ini lebih indah dari segalanya. Memiliki masalah yang sering terulang, bagaikan D’javu yang selalu terulang-ulang, bersemi lalu layu, layu lalu bermekaran lagi, entah sampai kapan akan seperti ini. Orang bilang Rayya wanita yang tak pernah menghargai sosok seorang pria, lantas bagaimana Rayya di mata Tuhan? Apakah Rayya harus bertahan di dalam kisah yang membuatnya tak nyaman? Atau berpura-pura nyaman? Tidak! Rayya bukan wanita seperti itu, Rayya tidak akan pernah bisa dibutakan oleh cinta.

Dua tahun setelah kepergian Angkasa dari kehidupannya, Rayya mencoba membuka hati lagi untuk Andra, namun sayangnya, ternyata Andra selingkuh! Lantas Rayya tinggalkan dia, hubungan Rayya dan Andra hanya dua bulan lamanya, setelah itu, Rayya tidak membuka hati untuk pria lain. Rasanya Rayya sudah lelah dengan yang namanya ‘Pacaran’, Rayya sebenernya ingin langsung menikah saja.

Rayya bosan dicap sebagai playgirl oleh teman-teman dan tetangganya, mereka pikir Rayya wanita yang tak pernah menghargai apa itu cinta, tapi yang jelas, mereka tidak tahu apapun tentang keburukan dan kebaikan Rayya, yang tahu hanya Rayya dan Tuhan. Sempat Rayya berpikir, apakah tidak ada lagi pria baik untuknya? Ah! Itu pikiran negatif Rayya saja, sementara hatinya mengatakan bahwa suatu hari nanti pasti akan ada seorang pria yang tulus dan meminangku dengan harapan hidupku akan selalu bahagia. Amin.

Beberapa surat undangan sudah kudatangi, tinggal satu surat undangan lagi yang belum sampai pada hari dimana Rayya harus mendatangi undangan itu. Zen dan Karin, Zen adalah cinta pertama Rayya, sementara Karin adalah sahabat Rayya, mereka berdua sangatlah hebat, berpura-pura baik di depan Rayya, ternyata hati mereka busuk bak buah nangka yang jatuh dari pohonnya. Rayya akui kalau Karin memiliki segalanya, jika dibandingkan dengannya, Rayya hanya batu kerikil yang tersusun rapi di halaman rumahnya, sungguh menyedihkan. Mau tak mau, Rayya harus datang ke pernikahan mereka untuk mengucapkan selamat atas kemenangan mereka yang berhasil membuatnya bodoh!

Baju Rayya basah kuyup, setelah kepulangannya dari gedung resepsi pernikahan Zen dan Karin yang berlangsung begitu mewah dan megah. “Mereka begitu bahagia, aku iri ya Tuhan..” ucap Rayya lirih mendekap lutut sembari menatap hujan dari balik jendela, tak terasa air mataku terjatuh dan membasahi permukaan pipi.

Drrrttt... Drrttt... Ponsel Rayya bergetar tanda ada pesan yang masuk.

“Selamat malam cantik, gue tau sekarang lo pasti lagi nangis kan?” isi pesan masuk dari Awan. 
“Dari mana lo tau?” balasku
“Jelas gue tau lah, barusan gue liat lo lari dari gedung resepsi pernikahan si Zen brengsek itu ke luar cari taksi dengan paras wajah yang sedih, iya kan?” jelas Awan.
“Hemm.. Cuma lo yang tau semua tentang gue. Tapi kenapa lo nggak ngejar gue? Payungin gue kek!, apa kek!”
“Lo itu larinya udah bisa nandingin laju motor gue tau nggak! Baru aja mau gue kejar lo udah naik taksi, pastinya gue nggak perlu jadi tukang ojeg payung buat lo Ya.. Hahaha” ledeknya yang lantas membuat Rayya tertawa dan bisa melupakan kejadian tadi.
“Hahaha.. Lo emang paling bisa buat gue ketawa, makasih ya” ujar Rayya.
“Ya, kembali kasih.. Gue kan sayang sama lo” jujurnya membuat Rayya mengkerutkan kening.
“Sayang? Tumben banget lo ngomong kaya gtiu ke gue? Haha..”
“Ya udah lupain aja Ya.. Oiya sorry ya gue kemarin nggak sempet buat telpon lo, sinyal di tempat gue pas lagi jelek banget, sama kaya lo.. Haha”
“Ikh, gue tuh cantik tauuu.. Banyak cowok yang suka sama gue. Huh!” kata Rayya.
“Termasuk gue Ya.. Haha, lupain! Ya udah gue lanjut jalan lagi ya, see you Rayya, bye” ujarnya mengakhiri percakapan di whatsapp tadi.

Terkadang Rayya merasa bimbang akan statusnya yang sekarang ini, perawan tua, ya! Rayya takut tidak ada pria yang mau mencintainya, menyayanginya, pun meminangnya, dan itu adalah sebuah mimpi buruk baginya. Separah itu kah? Apa Rayya sudah tidak percaya lagi akan janji Tuhan bahwa setiap insan itu akan diberikan pasangan? Ya Tuhan.. Rayya takut sekali melupakan itu semua, gumamnya. Rayya beranjak ke tempat tidur dan mulai terlelap, berharap Rayya tidak takut lagi akan kehabisan seorang pria yang baik hati. Amin.

Pagi ini diberitakan dalam berita melalui televisi, ada seorang wanita yang tega menggunting alat vital kekasihnya, lantaran cemburu karena sang kekasih mengobrol dengan adik kandungnya sendiri. Hah! Berita konyol.
“Ya ampun, itu perempuan sadis banget, amit-amit deh, jangan sampai Rayya kayak gitu” seru Mama yang menyaksikan berita itu.
“Ada apa si Ma? Pagi-pagi udah berisik banget! Bawa-bawa nama Rayya segala lagi” cetus Rayya menghampiri Mama sembari merapikan baju yang dipakai.
“Itu tuh, kamu liat aja sendiri beritanya, pokoknya kamu jangan seperti itu ya sayang, malu-maluin keluarga tau nggak si” Mama nyerocos.
“Mah! Mana mungkin Rayya kaya gitu, Mama tuh ada-ada aja deh! Ya udah ah Rayya mau pamit kerja dulu, dah Ma” Rayya pun keluar rumah.

Rayya menuju ke tempat pekerjaan Awan, dia bekerja sebagai penyiar radio. Rayya senang mengunjunginya, selain tempat kerjanya yang bagus, teman-teman penyiar radio yang lain pun juga asik dan baik, namun Rayya tak pernah berpikir apakah Awab tidak merasa risih atau bosan akan kedatanganku ini? Hmm entahlah!

Rayya memilih duduk di sudut ruangan yang tidak terlalu terlihat oleh orang-orang yang berjalan melewati tempat yang ia duduki, diaambilnya sebuah majalah cerpen dari dalam tasnya yang berjudul ‘My Facebook, My Desire’, tulisan dari Niaw Shin’Ran yang mampu membuatnya tak bosan-bosan untuk selalu update akan cerpen-cerpen barunya.

Rayya merasa sudut pandanganku dicuri oleh seorang pria tampan yang duduk di tengah-tengah koridor sana, diperhatikan dia semakin jelas, jelas, dan ternyata pria itu adalah Awan, “Hah? Itu kan Awan, sejak kapan dia terlihat tampan seperti itu?” tanya Rayya dalam hati, lantas Rayya memanggilnya, “Awaaaan..!!” sahut Rayya, Awan menoleh dan menghampiri RayyaRayya masih memperhatikannya, hingga sampai dia duduk di sampingnya.
“Awan, lo Awan kan?” tanya Rayya.
“Yaialah, lo pikir gue siapa Ya? Ada yang aneh sama gue?” tanya balik Awan yang merasa keheranan
“Eng.. Gak kok, gak ada yang aneh, cuma hari ini lo keliatan ganteng aja” Rayya berkata jujur, Awan pun tertawa terbahak-bahak, membuat orang-orang seisi ruangan melihat kami, Rayya membungkam mulutnya.
“Lo bisa pelanin suara ketawa lo gak si? Malu tau diliatin sama orang-orang” bisik Rayya.
“Yaelah Ya, gue tuh udah biasa ketawa sekenceng itu di sini. Oiya, tadi lo bilang kalau gue terlihat ganteng? Emang kemarin-kemarin lo kemana aja? Kok kalah update si sama fans-fans gue?” ucapnya kePDan, Rayya hanya menghela nafas, hmm.. Gue emang baru nyadar kalau temen gue satu ini emang ganteng, pikir Rayya.
“Ah yaudahlah, gue gak ada waktu buat perhatiin muka lo, yang tadi itu cuma kebetulan aja gue liat lo ganteng!” cetus Rayya sambil sedikit buang muka
“Tu kaaan, lo ngambek ya? Sorry ya gue kan cuma becanda.. Mmmm sebagai tanda permintaan maaf gue, gimana sekarang lo ikut aja sama gue, mau kan?” ajaknya
“Emangnya mau kemana? Di luar kan mau hujan”
“Tenang aja Ya, gak jauh kok, kalau hujan kita bisa neduh dulu, ayolah” ajaknya lagi
“Oke gue mau..” ucap Rayya pelan, Awan tersenyum dan menyubit pipi Rayya pelan, dia menggandeng tangan Rayya menuju ke parkiran motornya. Sejenak dia menstarter motornya lalu mereka pun pergi.

Di jalan Rayya mendengar Awan berkata-kata, namun Rayya tak begitu jelas mendengarnya, ada satu pertanyaan yang Rayya dengar darinya.
“Ya, lo gak bosen ngejomblo? Apa belum ada cowok yang bisa naklukin hati lo lagi?” tanyanya.
“Gue gak bosen kok, karena gue mau hati-hati pilih pasangan, gue gak mau kayak kemarin-kemarin lagi Wan” sahut Rayya.
“Baguslah kalau begitu, gue juga gak mau kalau lo salah pilih pasangan lagi Ya” ucapnya penuh perhatian.
“Makasih ya Wan, lo emang yang paling baik dari dulu” Rayya memeluknya “Kira-kira siapa ya cowok yang nikah sama gue dan jadi suami gue Wan?” lanjut Rayya bertanya.
“Kalau gue gimana Ya?” tanya Awan membuat Rayya melepaskan pelukannya tadi. Ngikkk… Belum sempat Rayya menjawab pertanyaan Awabn, motornya berhenti.
“Kita sudah sampai Ya, yang tadi lupain aja, yuk!” ajaknya dan menggandeng tangan Rayya masuk ke dalam gedung. Awan selalu seperti itu, pertanyaan yang belum sempat Rayya jawab selalu dimintanya untuk lupakan, aneh!
“Hah? Lo ngajakin gue kondangan Wan? Ihh lo malu-maluin gue aja tau gak!” Rayya menarik tangannya keluar gedung resepsi pernikahan
“Aduh Ya, gue bukannya mau ngajakin lo ke sini, gue cuma mampir aja karena ada urusan penting sama yang punya EO di sini” jelasnya membuatku bertanya-tanya.
“Hah? Ada urusan penting sama yang punya EO? siapa yang mau nikah? Elo?” tanya Rayya bertubi-tubi, Awan hanya tersenyum dan menatap Rayya.
“Ya, suatu saat gue pasti akan menikah, tapi bukan sekarang, tahun sekarang atau pun tahun depan” jelasnya lagi.
“Terus? Lo ngapain nemuin orang itu? Kan malu banyak tamu” tanya Rayya lagi
“Ah! Ada lah, lo gak usah kepo dulu. Ya udah, kalau lo gak mau ke dalam, gue aja sendiri, lo tunggu di sini, gak lama kok, habis ini gue mau ajak lo ke tempat yang asik, gimana?” tawarnya.
“Iya, Iya. Gue nurutin apa kata lo aja deh, awas kalau lama!” gertak Rayya. Awan pun melesat ke dalam menghampiri orang yang ditujunya. Pikiran pesimis plus negatif ku kembali bermunculan. Kayaknya Awan bakalan nikah duluan, dan gue gak akan bisa jalan barang lagi sama temen gue yang satu itu. Pikirku di tengah-tengah hujan yang mulai menjamah bumi.

Sepuluh menit berlalu, Rayya masih belum juga melihat Awan keluar dari dalam ruangan itu. Rayya mulai bosan, Rayya pun mulai kehausan. Dipaksakan pergi ke sebuah warung kecil yang letaknya tidak jauh dari gedung itu untuk membeli minuman. Bajunya lumayan basah, tapi tak mengapa, yang penting Rayya bisa menghilangkan rasa hausnya ini. “Ahh.. Segarnya” Rayya meminum air dalam kemasan yang kubeli. Di balik hujan dilihat ada orang yang berlari menghampirinya. Bajunya basah, juga wajah tampannya pun terselimuti air hujan, ternyata orang itu adalah Awan.
“Lo kenapa nggak nunggu gue di dalam gedung aja sih Ya? Kalau lo sakit gimana?” seru Awan yang mengkhawatirkan Rayya.
“Gue haus, di sana nggak ada yang nawarin gue minuman, kepaksa deh gue ke sini” jelas Rayya sembari memeluk tubuhku sendiri.
“Lo kedinginan ya Ya? Nih pake jaket gue. Sorry ya gara-gara gue lo jadi kaya gini” ujar Awan merasa bersalah, lalu memakaikan jaketnya ke pundak Rayya. Di lain sisi ada anak SMA yang meneduh, dia berbisik kepada Rayya “Suaminya ya kak? So sweet banget sih, hehe” godanya, Rayya hanya tersenyum, lalu memberitahukan kepadanya kalau Awan bukanlah Suaminya. “Kalau bukan suami berarti pacar ya?” tanya anak itu lagi, aku kembali tersenyum, tak lama Awan melihat Rayya, dia keheranan dan bertanya-tanya.
“Kenapa Ya? Ada yang lucu ya?” tanya Awan. Rayya menggelengkan kepalanya.
“Nggak, ada kok” jawab Rayya bohong.
"Ya, kayaknya kalau hujan sudah reda, gue anter lo pulang aja ya? Gue takut kalau dilanjut jalan lo sakit Ya,ng gak apa-apa kan?” tanya Awan.
“Iya, gue juga pengennya kayak gitu, ya udah kita tunggu sampai hujan reda aja” ujar Rayya. Awan tersenyum padanya, lalu menyandarkan kepala di pundaknya, Rayya seperti memiliki pacar. Ya, pacar.

Rayya sudah sampai di rumah, diantar oleh Awan setelah hujan reda, ditawarinya Awan mampir ke rumah untuk sekedar minum teh hangat, tapi Awan memilih pergi lagi menuju ke tempat kerjanya untuk on air bersama temannya. Selesai mandi, Rayya langsung mendengarkan Awan yang tengah on air di tempatnya bekerja. Suara Awan nggak begitu besar atau pun kecil, melainkan mendayu-dayu, membuat siapa saja yang mendengarkan merasa ingin didekatnya, terutama perempuan.

“Hai hai hai selamat sore sobat sweet radio semuanya, terutama buat lo-lo semua para jiwa muda yang udah stay tune buat dengerin gue pada sore hari ini, gue sekarang ditemenin sama cowok ganteng yang udah ada di samping gue. Namanya Awan, kalian pasti udah tahulah yang mana orangnya, penyiar yang ganteng kedua setelah gue, hahaha.. Say hi dong buat si ganteng Awan, haii Awan” celoteh Pongky yang mulai on air bersama Awan.

“Hai juga abang Pongky yang katanya paling ganteng nomer satu sebelum gue, PD banget lo, eh asal lo tau ya, gue nemenin lo karena terpaksa! Lo beruntung udah gue temenin Pong, gue bela-belain nggak mampir ke rumah cewek yang gue suka demi nemenin lo!” jelas Awan, lantas Rayya yang mendengarnya bertanya-tanya tentang perempuan yang disukainya itu.

“Apa? Yang bener? Sorry ya, gue gak pernah maksa lo buat nemenin gue Wan, atau jangan-jangan lo lebih suka sama gue dari pada sama cewek itu, haha.. Nggak nyangka banget ya sobat” seru Pongky membuat suasana semakin ceria.

“Ahaha, amit-amit tujuh turunan! Yaudahlah dari pada ngebahas yang nggak penting mending kita buka aja tema hari ini.. Temanya adalaaah?” seru Awan.

“Resolusi di tahun ini, nah sobat muda, apa si resolusi atau harapan lo di tahun ini? Kirim lewat whatsapp di 0851851851, atau mention kita di twitter @SweetRadio dengan hanstag Harapanku, oke. Nah kalau harapan lo di tahun ini apa Wan?” tanya Pongky.

“Gue punya harapan nggak banyak-banyak Pong, semoga hidup gue semakin penuh dengan kebahagian, dan semoga gue nggak jadi Jones lagi, amin” ucap Awan, Rayya sedikit tertawa kecil mendengarnya. Sore semakin larut menjelang malam tiba, tak terasa aku pun terlelap. Dia biarkan Awan terus berceloteh untuk menemani tidurnya malam ini.

Rasa lapar membangunkan Rayya dari tidur, dibuka mata-nya pelan-pelan, ditatap setiap sudut kamar “HAH? Gue ada dimana nih?” kulihat tata ruangan itu seperti rumah sakit, dan benar saja, Rayya sedang berada di rumah sakit memakai baju serba hijau. “Kenapa gue ada rumah sakit? Lho, itu kan Awan” dilihatnya Awan sedang tertidur lelap di sofa, Rayya menghampirinya, menatapnya, lalu pelan-pelan membangunkannya.
“Wan, bangun.. Awaan” sahut Rayya. Awan pun bangun, melihat Rayya ada di dekatnya, lalu dia memeluk erat tubuh Rayya dengan paras wajah yang penuh kecemasan. Ya, dia bisa merasakannya.
“Rayya, lo nggak apa-apa kan? Gue khawatir sama lo, ini pasti gara-gara kehujanan kemarin kan? Maafin gue ya” seru Awan membuat Rayya heran

“Ikh, lepasin gue! Emangnya gue kenapa? Kenapa gue bisa ada di rumah sakit? Mama mana?” tanya Rayya penasaran, lalu Awan pun menjelaskan semuanya.
“Semalam nyokap lo angkat telpon dari gue, katanya badan lo panas, nyokap lo tau itu karena pintu kamar lo sedikit terbuka, lo ngigo kesana-kemari, ketika itu gue telpon lo tapi nggak lo angkat, trus gue langsung ke rumah lo dan bawa lo ke sini” jelas Awan. Rayya menghela nafas kecil, kemudian memeluk balik Awan sebagai tanda terimakasih. Rasa laparnya seketika sudah hilang setelah beberapa lelucon yang diucapkan Awan membuat Rayya tertawa.
“Hahaha.. Lo tuh paling bisa buat gue ketawa. Oiya, Mama gue mana?” tanya Rayya.
“Udah gue suruh pulang Ya, karena ada gue yang nemenin lo di sini” ujar Awan.
“Makasih ya, lo emang the best buat gue” diam sejenak, tiba-tiba melintas di pikiran Rayya akan kata-kata Awan sewaktu on air malam tadi “Oiya, apa bener lo udah nggak mau jadi jones lagi Wan? Kenapa? Bosan yaaa?” tanya Rayya sedikit menggodanya.
“Gue kan cowok normal yang butuh pasangan hidup Ya, kalau terlalu lama ngejomblo yang ada gue galau terus” jelasn Awan. 
“Oh, jadi selama ini lo galau ya. Hahaha. Memangnya siapa si cewek yang lo suka?” tanya Rayya lagi penasaran seperti paparazi.
“Kalau lo dengerin gue  kemarin sore pasti lo tau siapa cewek yang gue suka Ya”.
“Gue denger kok, buktinya gue tau kalau harapan lo di tahun ini nggak mau jadi jones lagi kan? Emangnya ada yang kelewat ya sama gue, ah mungkin gue lupa” celoteh Rayya sambil mengingat-ngingat. 
“Ya udahlah Ya, lupain aja nggak usah diinget-inget. Kalau boleh tau, harapan lo di tahun ini apa?” seru Awan. Rayya terdiam, menyelisik jawaban yang ada di dalam hatinya.
“Eng.. Gue.. Gue pengen menikah Wan, tapi gue belum ketemu sama cowok yang tulus dan mau ngajak gue menikah” jawab Rayya membuat Awan sedikit terkejut.
“Apa itu harapan terbesar lo?” tanya Awan.
“Ya, gue bosen pacaran, gue capek pacaran yang nggak ada ujungnya. Gue nggak mau disakitin lagi. Kalau seandainya cewek yang lo suka itu ngajak lo nikah, apa tanggapan lo?” tanya Rayya membuat Awan tersenyum simpul. 
“Kalau emang cewek yang gue suka ngajak gue nikah sekarang, gue akan turutin apa yang dia mau, karena gue juga bukan sekedar mencari pacar, tapi juga calon Ibu untuk anak-anak gue. Kalau udah sama-sama suka dan sayang, kenapa enggak langsung nikah, iya kan” jelas Awan membuat Rayya semakin kagum padanya. Namun Rayya menghela nafas dan merundukkun kepala.
“Hmm, beruntung banget cewek yang lo suka itu. Dan itu artinya lo bakalan nikah duluan dong Wan? Lo nggak mau nungguin gue? Kita nikah bareng-bareng aja yuuu.. Hehe” seru Rayya dengan nada manja.
Tiba-tiba saja Awan mendekati Rayya, semakin dekat dan dekat, kini hidung mereka saling bersentuhan, lalu kejadian yang tak pernah kuduga sebelumnya pun terjadi, Emmmuuaach..! Awan mencium mesra bibir Rayya, setelah itu Awan memeluknya dan membisikan satu kalimat ‘I LOVE YOU RAYYA’. Jantung Rayya berdetak kencang, Rayya seperti terhipnotis oleh kecupan itu, Rayya tak bisa berkata apa-apa, yang jelas saat ini Rayya tengah merasakan sesuatu yang luar biasa indahnya. “Awan mengecup bibir gue.. Dan gue diam aja, apakah ini bertanda kalau gue juga..?” pikir Rayya bertanya-tanya.
Awan masih memeluk Rayya, dirasakan debaran jantungnya seakan-akan dia takut kehilangan RayyaRayya masih terdiam, Awan melepaskan pelukannya, ditatap wajah Awan yang tertunduk, tak lama dia menghela nafas kecil, seakan-akan kejadian tadi membuatnya kehilangan banyak energi. Rayya ingin bicara sesuatu padanya, namun bibirnya beku tak dapat mengatakan apapun kecuali terus menatap Awan dan merasakan sentuhan bibirnya yang masih hangat di bibir Rayya.

“Ma-maafin gue ya Ya” ucap Awan tiba-tiba “Gue udah kurang ajar ngelakuin itu ke lo. Gue nggak tau lagi gimana caranya untuk buat lo sadar kalau gue tuh suka dan sayang sama lo” jujurnya membuat Rayya tak kuasa menahan haru dan membendung air mata yang terasa panas. Awan masih menundukkan kepalanya, lantas Rayya mencoba merubah suasana yang lumayan tegang menjadi sedikit rileks. Rayya menghapus air matanya dan mulai mengalihkan pembicaraan.
“Gue gak tau apa ini mimpi atau beneran nyata, tapi yang jelas gue gak pernah menduga sebelumnya kalau lo berani ngelakuin hal tadi sama gue” ujar Rayya. Awan mulai menatap dan menjelaskan semuanya, walau tanpa harus dijelaskan pun Rayya sudah bisa mengerti.
“Demi tuhan Ya, gue sayang banget sama lo. Maafin gue karena gue udah kurang ajar sma lo, lo harus percaya kalau gue benar-benar tulus” jelas Awan. Melihat kedua mata Awan yang mulai mengeluarkan air mata membuat hati Rayya luluh dan tidak ingin mengecewakannya. Tulus dari dalam hati, Rayya memeluk Awan, dan berbisik mesra di telinganya “I LOVE YOU TOO AWAN”.

Satu bulan telah berlalu semenjak Rayya dan Awan resmi berpacaran. Banyak yang merasa bahagia dengan status mereka yang sekarang. Mama Rayya pun merestui hubungan mereka. Hingga saat dimana Awan diundang makan malam di rumah bersama, dia ditanya ini dan itu, terutama tentang masalah pernihan. Rayya sungguh bahagia.

“Jadi kapan nak Awan mau mempersunting anak Tante yang satu ini?” tanya Mama di tengah-tengah waktu makan malam berlangsung. Dengan tegas Awan pun langsung menjawab pertanyaan Mama.
“Kalau saya kapan saja siap kok Tan, minggu depan juga bisa. Tinggal menunggu kemauan dari Raya aja” seru Awan sedikit menatap RayyaRayya tersenyum tersipu malu.
“Rayya, kalau Awan ngajakin kamu nikah minggu depan gimana? Kau mau tidak?” tanya Mama yang tesenyum simpul. 
“Eng.. Aku gak mau Mah..” jawab Rayya membuat semuanya kaget, apalagi Awan, wajahnya terlihat kecewa. “AKU NGGAK MAU DITUNDA-TUNDA, Hahahaha” sahut Rayya membuat Awan dan Mama jantungan setengah mati. Awan mencubit pipi Rayya, Mama memeluknay seketika, sementara Awa masih mengelus dadanya sendiri karena takut Rayya membuatnya kecewa. Hal itu tidak mungkin Rayya lakukan, karena Rayya memang sudah kebelet ingin menikah.

Malam ini adalah malam yang sangat istimewa. Baju pengantin sudah siap kupakai. Mama melihat Rayya dengan tatapan mata yang mulai berkaca-kaca, Rayya tahu apa yang ada di pikirannya, namun Rayya tak ingin membuat suasana menjadi terlalu haru.

“Saya terima nikahnya Rayya Adianing Primananda binti Bapak Ramdhani dengan mas kawin seperangkat alat shalat dibayar tunai!!” seru Awan mengucapkan Ijabnya di depan penghulu dan semua yang menyaksikan pernikahan kami.

“SAH?”

“SAAAAAH” Sahut semua orang. Puji syukur Kehadirat Tuhan yang telah mempersatukan mereka.Rayya telah menemukan ketulusan dalam persahabatan yang kini menjadi sebuah cinta sejati.

Ada kalanya kita harus lebih peka akan apa dan siapa yang kini dekat dengan kita, karena siapa sangka, dibalik semua itu ada cinta.

Tamat.

~ Saling percaya satu sama lain itu penting. Intinya jangan sampai salah memilih pasangan hidup. Komitmen itu terbentuk karena rasa saling percaya satu sama lain. Semoga ke depannya Semua orang menemukan kebahagiaannya masing-masing.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar